Produksi padi di Indonesia tidak pernah luput dari masalah hama dan penyakit (Hama) tanaman, bahkan dalam dua tahun terakhir serangan hama wereng batang coklat (WBC) meningkat tajam. Kerugian hasil tidak saja disebabkan oleh serangan hama ini, tetapi juga oleh timbulnya penyakit virus, yang ternyata ditularkan oleh WBC. Dalam hal serangan WBC yang ringan, mungkin petani cukup mengaplikasikan insektisida hayati atau kimiawi sekali atau dua kali, WBC mati, persoalan selesai. Akan tetapi lain halnya jika WBC yang menyerang telah mengandung virus yang infektif, beberapa minggu kemudian yang terjadi di lapangan tanaman padi rusak berat terinfeksi virus, virus kerdil hampa menyebabkan tanaman yang terinfeksi tetap hijau tua, seolah-olah tanaman padi tetap sehat. Lebih lanjut hasil penelitian ini menunjukkan, banyak petani melakukan cara tunggal dalam pengendalian WBC, yaitu insektisida.
Inisiasi aplikasi insektisida oleh petani umumnya 15-20 hari setelah tanam (HST); karena aplikasi ini pada tanaman yang belum mencapai umur 40 HST, maka perkembangan populasi parasitoid terhambat, akibatnya kurang membantu proses penekanan populasi hama secara alamiah. Di beberapa daerah petani melakukan budidaya tanaman padi secara organik, sedangkan yang ekstrim melakukannya tanpa bahan kimia anorganik, hasilnya diklaim baik, bahwa beras organik baik untuk kesehatan.
Issue penting bagi pemangku kebijakan ialah harus menentukan model pengendalian hama terpadu yang jelas dan operasional, sehingga pelaksana lapangan tidak ragu melakukan pekerjaannya. Updating konten penyuluhan perlu terus dilakukan, dalam hal ini petani dapat diberikan pengertian, umpamanya bahwa tanaman yang terinfeksi virus kerdil hampa tidak akan menghasilkan gabah yang baik atau gagal panen, jadi tidak perlu disemprot, karena dengan melakukan penyemprotan petani akan mengeluarkan biaya pembelian insektisida dan biaya penyemprotan, yang memang tidak perlu. Pengamat hama dan penyakit perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pengamatan lapangan, agar rekomendasi yang diberikan tepat dan tidak terlambat. Masalah perlindungan tanaman ini perlu lebih dicermati oleh para peneliti pertanian, bukan saja oleh peneliti hama dan penyakit, karena perlindungan tanaman harus bersifat terintegrasi. Peneliti hama dan penyakit tanaman agar diberikan kesempatan dan diarahkan kearah perakitan teknik pengendalian hama dan penyakit yang lebih efektif dan aplikatif. Pabrik dan pedagang pestisida juga harus ikut aktif dalam pengendalian hama yang benar, sesuai dengan kaidah ekologis.
Masyarakat pun perlu memperhatikan masalah produksi beras dengan cara mendirikan asosiasi pemerhati perlindungan tanaman dan seterusnya. Lalu dimana peran para pembesar negeri ini, yaitu memberi perhatian, menyokong, bahkan menuntun ke arah usaha tani yang lebih mandiri dan ramah lingkungan dalam bingkai pertanian yang berkelanjutan.
Disampaikan pada Seminar Bulanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), Bogor, 17 Februari 2011.
Sumber Dr. M. Muhsin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar